PULANG
Kan, mataku kelilipan lagi. Setelah sebelumnya dalam novel "Tentang Kamu" yang mengisahkan perjalanan hidup seorang Sri Ningsih, gambaran wanita kuat yang sanggup memeluk semua rasa sakit. Kini terulang dalam dalam novel "Pulang" yang berkisah tentang cerita cinta. Bukan cerita cinta pada pasangan tentunya, tapi cinta kasih dari mamak dan bapak pada Bujang.
"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapak dibanding di tubuhnya. Juga mamak, lebih banyak tangis di hati mamak dibanding di matanya."
Dan aku juga tahu sekarang, seorang bapak akan meninggal dalam bahagia setelah tahu anaknya memiliki masa depan.
Bagiku, novel Tere Liye selalu menyajikan kejutan yang seru. Mulai dari kisah percintaan yang dikemas dengan apik, sentuhan misteri yang dibalut dengan adegan action, tentang cara lama yang lebih abadi untuk mengambil kekuasaan yakni penghianatan. Selalu menakjubkan setiap kali membaca novel-novel karya penulis berdarah dingin satu ini.
Dalam novel "Pulang" ada bagian yang paling menyentuh hati, yaitu tentang memeluk erat.
"Hidup ini sebenarnya perjalanan panjang, yang setiap harinya disaksikan oleh matahari. Mau kita menyaksikan atau tidak, matahari selalu terbit. Mau ditutup mendung atau kabut, matahari juga tetap terbit. Mau kita menyadarinya atau tidak, matahari tetap terbit.
Siang beranjak datang dan kita tumbuh menjadi dewasa, besar. Mulai menemui pahit kehidupan. Maka, di salah satu hari itu, kita tiba-tiba tergugu sedih karena kegagalan atau kehilangan. Di salah satu hari berikutnya, kita tertikam sesak, tersungkur terluka, berharap hari segera berlalu. Hari-hari buruk mulai datang. Dan kita tidak pernah tau kapan dia akan tiba mengetuk pintu. Kemarin kita masih tertawa, untuk besok lusa tergugu menangis. Kemarin kita masih berbahagia dengan banyak hal, untuk besok lusa terjatuh, dipukul telak oleh kehidupan. Hari-hari menyakitkan.
Tapi sungguh, jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah.
Mau semuak apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah.
Peluklah semuanya. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Sepanjang kita mau melihatnya, maka kita selalu bisa menyaksikan masih ada hal indah di hari paling buruk sekalipun."
Siang beranjak datang dan kita tumbuh menjadi dewasa, besar. Mulai menemui pahit kehidupan. Maka, di salah satu hari itu, kita tiba-tiba tergugu sedih karena kegagalan atau kehilangan. Di salah satu hari berikutnya, kita tertikam sesak, tersungkur terluka, berharap hari segera berlalu. Hari-hari buruk mulai datang. Dan kita tidak pernah tau kapan dia akan tiba mengetuk pintu. Kemarin kita masih tertawa, untuk besok lusa tergugu menangis. Kemarin kita masih berbahagia dengan banyak hal, untuk besok lusa terjatuh, dipukul telak oleh kehidupan. Hari-hari menyakitkan.
Tapi sungguh, jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah.
Mau semuak apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apa pun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah.
Peluklah semuanya. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Sepanjang kita mau melihatnya, maka kita selalu bisa menyaksikan masih ada hal indah di hari paling buruk sekalipun."
Ini adalah tentang perjalanan Bujang, perjalanan pulang dari dunia hitam ke dunia yang lebih terang. Karena janjinya kepada Mamak untuk menjaga perutnya dari makanan dan minuman haram. Dengan harapan agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih.
Setelah puluhan tahun terjerembab dalam dunia hitam, seperti cacing kepanasan saat mendengar adzan, pada akhirnya Bujang pulang. Tidak hanya pulang ke kampung halaman mengunjungi pusara sang mamak, tapi juga pulang kepada panggilan Tuhan.
"Sungguh sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang ditempuh, Tuhan selalu memanggil untuk pulang."
Bagiku novel ini bagai candu, membaca halaman pertama rasanya tak ingin beranjak, ingin menghabiskan dalam sekali telan. Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik, salah satunya tentang kesetiaan pada prinsip. Selain itu dalam novel ini juga disisipkan berbagai peristiwa sejarah yang masih sinkron dengan paparan cerita.
Komentar
Posting Komentar