Sebatas Harap
Izinkan aku bercerita...
Ini tentangmu, sungguh. Sosok yang aku kagumi bukan karena parasmu yang menawan, tapi karena agama yang melekat pada dirimu. Lelaki dengan senyum manis dan postur tubuh yang tak terlalu tinggi (menurutku).
Kamu tahu, kali pertama aku melihatmu adalah saat dimana aku menjadi bagian dari keluarga baru disini. Tempat yang dulu terasa asing, namun kini seolah menjadi rumah kedua. Entah itu hari keberapa, yang ku ingat pasti, waktu kamu mengenakan kemeja maroon, salah satu warna yang ku suka. Belum ada perasaan lebih, but i feel there's something different. Sesaat aku menepis, dalam hati berkata "ah... Mungkin saja sudah punya pasangan".
Tentangmu, perlahan kutelusuri dalam diam. Hanya sekilas yang ku tahu, tapi bagiku cukup untuk menyimpulkan sesuatu. Ya, kini aku mulai tahu.
Dua kali di pertemukan dalam acara yang sama, cukup untuk sekedar saling tatap, sapa, dan obrolan singkat penuh harap. Hingga pada akhirnya kedekatan mulai terbangun. Puncaknya 29 Desember 2018. Menjadi hari yang menyisakan kenangan semata. Dimana aku dan kamu menghabiskan waktu menjelajahi beberapa wisata yang ada di Bumi Wali, dari sang surya memancarkan sinarnya hingga senja mulai menampakkan jingganya. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat itu. Semesta pun mampu menebak dengan pasti.
Masih ku ingat jelas, senyum dan tatapan itu. Aku tak mengerti arti tatapanmu. Cara ekor matamu mengikuti setiap gerak-gerikku. Sembari tersenyum dengan senyuman yang sulit aku pahami. Aku tersentak, "hey, perasaan apa ini?". Seketika aku benci pada diriku sendiri, yang sedikit canggung setiap kali ada kamu. Sering kuatur helaan napasku agar bisa sejalan dengan detak jantungku, juga berkompromi dengan suhu tubuhku. Semua terasa begitu aneh.
*****
Waktu melesat cepat sekali tanpa terasa. Tiba saatnya yang dulu terasa dekat akan menjauh pergi. Menyisakan tanya dikesendirian. Perihal apa gerangan yang menyebabkan.
Dari perjalanan waktu, aku tersadar tentang harapku padamu yang terlampau tinggi. Siapa lah aku ini jika dibandingkan denganmu. Barangkali ilmu agama yang ku pelajari selama ini belum lah cukup untuk bersanding denganmu. Toh, wanita yang mengagumimu cukup banyak. Pun barangkali lebih menarik.
Pada akhirnya semua hanyalah sebatas kenang, perlahan mencuat dalam jejak lalu. Kini, aku ingin sembuh dari segala patah yang disebabkan oleh harap. Terimakasih untuk Desember penutup tahun yang menyenangkan. Salam.
Sabar..........
BalasHapus